Jakarta, 27 Februari 2023 – Lembaga pemeringkat internasional Fitch Solutions meyakini bahwa kebijakan ekonomi Indonesia kemungkinan tidak akan berubah secara signifikan di bawah kepemimpinan Prabowo Subianto.
Dalam rilis berjudul “Indonesia Election Outcome Points to Broad Economic Policy Continuity”. Fitch menyebut bahwa Prabowo diperkirakan akan melanjutkan fokus pembangunan infrastruktur, termasuk ibu kota baru, serta mendukung hilirisasi komoditas dan industri manufaktur baterai dan kendaraan listrik.
Namun, Fitch juga menyoroti ketidakjelasan strategi pendapatan pemerintah, yang berpotensi membutuhkan lebih banyak utang pemerintah untuk mendanai program-program tersebut. “Indonesia perlu meningkatkan tingkat pendapatan pemerintah terhadap PDB secara signifikan,” tegas Fitch.
Potensi pelonggaran di siplin utang publik menjadi kekhawatiran investor. Mengingat pengelolaan fiskal yang bijaksana selama kepemimpinan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. “Pernyataan Prabowo bahwa Indonesia dapat mempertahankan rasio utang pemerintah/PDB yang jauh lebih tinggi menunjukkan risiko terhadap proyeksi fiskal dasar kami,” kata Fitch.
Di sisi lain, Fitch memprediksi kebijakan moneter dan fiskal akan tetap mendukung stabilitas makroekonomi Indonesia, setidaknya hingga akhir tahun ini.
Fitch juga menyebut bahwa Partai Gerindra yang mengusung Prabowo kemungkinan akan menjadi bagian dari pemerintahan koalisi. Keputusan ini di ambil setelah Mahkamah Konstitusi (MK) menolak gugatan sengketa pemilu yang di ajukan oleh Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dan Ganjar Pranowo-Mahfud MD.
“Analisis kami mengindikasikan bahwa Prabowo akan mempertahankan koalisi besar dan melanjutkan program infrastruktur besar yang di usung Jokowi, termasuk peningkatan belanja pertahanan dan bantuan sosial,” tambah Fitch
BI Yakin Ekonomi Indonesia Aman Meski Rupiah Tembus Rp 16.000/US$
Jakarta, CNBC Indonesia – Bank Indonesia (BI) yakin kondisi ekonomi Indonesia akan baik-baik saja meski nilai tukar Rupiah terhadap Dolar AS sudah menembus Rp 16.000/US$. BI menyatakan berbagai indikator ekonomi Indonesia saat ini jauh berbeda ketimbang pada krisis tahun 1998 ataupun pada saat krisis keuangan global 2008 terjadi.
Direktur Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI, Juli Budi Winantya. Mengatakan meskipun kondisi saat ini mirip dengan krisis 1998 dan 2008, indikator ekonomi menunjukkan kondisi yang berbeda.
Indikator Inflasi
Pada 1998, inflasi Indonesia melonjak hingga 82,4%. Namun saat ini, inflasi masih terkendali di bawah 4%.
Baca Juga : https://restarea1mile.com/gempa-garut-rusak-110-rumah-warga-dan-8-orang-terluka/
Indikator Depresiasi Rupiah
Pada 2008, Rupiah mengalami depresiasi hingga 35%. Pada 1998, depresiasi Rupiah mencapai 197%. Sementara pada tahun 2023, depresiasi Rupiah hanya sebesar 5,07%.
Indikator NPL (Kredit Macet)
Pada krisis 1998, NPL mencapai 50%. Saat ini, NPL masih di bawah batas minimum 5%, yakni 2,35%.
”Ini ada indikator yang biasanya kita bantu untuk menunjukan,” jelas Budi dalam diskusi di Kabupaten Samosir, Sumatera Utara, Minggu (28/4/2023).
Dengan kondisi tersebut, BI yakin ekonomi Indonesia akan tetap stabil. Hal ini di dukung oleh kuatnya fundamental ekonomi, rendahnya inflasi, dan terjaganya kestabilan sistem keuangan